Madurazone.co, Sumenep – Masuknya kembali Iskandar ke kantor DPRD Sumenep, Madura, Jawa Timur, Senin (5/8/2019) direspon kuasa hukum Ahmad, Kurniadi.
Menurut Kurniadi, kebijakan Iskandar untuk kembali menduduki jabatan Anggota DPRD Sumenep Periode 2014-2019 dan masuk kantor dianggap kurang tepat.
“Itu kan pencabutan pemberhentian Iskandar, tapi Ahmad itu diangkat berdasarkan SK, jadi kalau SKnya Ahmad itu tidak dicabut oleh Gubernur, maka yang berhak menjadi anggota DPRD Sumenep itu ya adalah orang yang diangkat sesuai SK itu,” katanya saat dikonfirmasi.
Menurutnya, kebijakan Gubernur mengeluarkan SK Nomor 171.435/766/011.2/2019 juga dianggap tidak lazim.
“La, ini jadi hukum mainan kalau begitu, kan ada dua SK, karena Kalau punya Ahmad belum dicabut dan Gubernur keluarin SK baru. Kalau begitu rusak Republik kalau begini, tidak ada kepastian hukum kalau gitu,” ungkapnya.
Kendati begitu, Kurniadi belum memastikan soal langkah yang bakal dilakukan kedepan. Hanya saja dia memprediksi SK Gubernur dengan Nomor 171.435/766/011.2/2019 itu berpotensi digugat.
“Saya masih koordinasi dulu dengan klien saya. Itu (SK) bisa menjadi obyek gugatan SK Gubernur. itu mempermainkan kita,” jelasnya.
Untuk saat ini kata dia, sebelum ada ada pencabutan SK, hak dan kewajiban sebagai Anggota DPRD Sumenep tetap melekat pada Ahmad. “Tetap Ahmad DPR nya bukan Iskandar,” tegasnya.
Sebelumnya, Iskandar diberhentikan sebagai anggota DPRD Sumenep. Pemberhentian itu berdasarkan surat keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur Nomor 171.435/151/011.2/2018 tentang pemberhentian anggota DPRD Sumenep atasnama H Iskandar, tertanggal 2 Februari 2018. Posisi Iskandar digantikan oleh Ahmad, politisi PAN dengan perolehan suara terbanyak kedua setelah Iskandar.
Namun, pemberhentian tersebut digugat ke PTUN Surabaya dan mengabulkan semua permohonan yang diajukan. Namun, termohon yakni Gubernur dan Ahmad selaku tergugat dua melakukan banding ke PT TUN Surabaya.
Hanya saja putusan PT TUN masih menguatkan hasil putusan PTUN. Kemudian termohon kembali melakukan Kasasi kepada Mahkamah Agung, namun MA menolak permohonan tersebut. (nz/yt)









