Madurazone.co, Sumenep – Program mencetak wirausahawa muda di Dinas Koperasi dan UKM Sumenep, Madura, Jawa Timur diduga menyimpang, bahkan janggal. Sebab, program senilai Rp 4,1 miliyar dalam pelaksanannya disinyalir membentur aturan.
Indikasinya, program tersebut diswakelolakan kepada Inkubator STKIP PGRI Sumenep. Nah, dalam proses swakeloloa itu ternyata tidak dilakukan seleksi. Padahal anggaran di atas Rp 200 juta. Khusunya, pada item jasa Konsultansi senilai Rp 550 juta. Kenyataan itu dianggap melanggar Perpres 54/2010 tentang pengadaan barang dan jasa.
Junaidi, aktifis LSM Sumenep Corruption Watch (SCW) menjelaskan, program mencetak wirausaha muda itu terkesan dipaksakan dan tidak sesuai dengan aturan. Padahal, mencapai Rp 550 juta untuk jasa konsultansi. “Mengacu kepada perpres 54/2010 maka seharusnya dilakukan seleksi umum, anggarannya besar. , ” ungkapnya.
Nah, dengan begitu tentunya ada aturan yang dilanggar. Ini menandakan jika dalam pelaksanaan ke Inkubafor terkesan memang dikondisikam tanpa mengacu kepada aturan yang ada. “Ini pelanggaran dalam penunjukan swakelola ke pihak lain. Kami menduga ini dipaksakan, ” tuturnya.
Selain itu, menurut aktifis kawakan ini, sinkronisasi anggaran juga dipertanyakan. Sebab, dalam APBD kegiatan di Diskop UKM itu sebesar Rp 4,1 miliyar, namun di RKA ternyata Rp 4,9 miliyar. “Anehanya lagi di perbup RKPD ternyata hanya Rp 450 juta. Ini sangat aneh, ” tuturnya.
Untuk itu, pihaknya meminta kegiatan ini dievaluasi secara menyeluruh. Sebab, kegiatan hanya ada kesan dipaksakan saja.
Kepala Diskop dan UKM Imam Trisnohadi membantah jika melanggar aturan, semua kegiatan sudah sesuai dengan aturan. Bahkan, pihaknya mengklaim sudah sesuai dengan perpres 54/2014. “Sebelum membuat program, kami sudah mengkaji lewat aturan. Jadi, tidak sembarangan. Intinya, sudah sesuai aturan, ” katanya.
Imam mengungkapkan, untuk swakelola penunjukam inkubator juga sudah mengacu kepada peraturan. Sementara dana yang diswakelolakan bukan Rp 4,1 miliyar melainkan Rp 3.683.615.000. “Sementara untuk sisanya dikelola oleh dinas,” ungkapnya.
Untuk yang swakelolakan itu salah satunya diperuntukkan belanja bahan percontohan, jasa tranportasi, belanja jasa narasumber tenaga ahli, belanja sewa kamar, jasa perlengkapan praktek dan jasa konsultasi. “Anggaran itu tidak harus dihabiskam, sesuai kebutuhan. Namun, sudah dirancang minimal mungkin, ” ungkapnya.
Sementara untuk yang jasa konsultansi langsung diswakelolakan karena kegiatan itu dipecah berbagai item. Salah satunya, untuk honor panitia, mamin pembukaan, kebersihan dan pembukaan. “Jadi, jasa konsultasi itu memiliki sejumlah item, maka tidak memakai seleksi umum, ” ucapnya didampingi PPKO Lisa Bertha Sutedjo.
Untuk masalah anggaran, Imam memastikan tidak ada perbedaan. Untuk yang tertera yang di DIPA itu sebanyak Rp 4,1 miliyar. Sementara yang 4,9 miliyar itu merupakan usulan awal. “Anggaran sama tidak ada perbedaan. Untuk yang diswakelola Rp 3,6 miliyar. kami tegaskan sudab sesuai prosedur, ” tukasnya.
Ketua Inkubator STKIP PGRI Sumenep Khairul Asiyah enggan mengomentari masalah ini. pihaknya meminta untuk ditanyakan langsung ke pemkab, dalam hal ke bagian pembangunan. (nz/yt)