Aria Wiraraja Part III : Runtuhnya Kerajaan Daha, Bangkitnya Kerajaan Majapahit

  • Whatsapp

Madurazone.co, Sumenep – Usai hutan Tarik di sekitar Mojokerto itu menjadi sebuah desa, Raden Wijaya langsung bergerak cepat. Dia mulai melakukan konsolidasi politik dengan masyarakat, bahkan pertemuan formal juga sering dilakukan. Itu dilakukan untuk menarik simpati masyarakat dalam memberikan dukungan politiknya kepada Raden Wijaya. Alhasil, masyarakat pun mulai simpati dengan menantu Prabu Kertanegar ini.

Setelah dekat dengan masyarakat, Raden Wijaya tinggal memberikan kabar kepada Ari Wiraraja yang berada di Sumenep. Kemudian, Raden Wijaya mengutus Mahisa Pawagal untuk menemui Aria Wiraraja dan menceritakan segala kondisi di Tarik. Setelah bertemu Aria Wiraraja, beliau hanya berpesan untuk tidak melakukan penyerangan dengan cara tergesa-gesa ke Daha. Raden Wijaya diminta menunggu Khu Bilai Khan, yang juga akan menyerang singasari.

Muat Lebih

Kendati demikian, Raden Wijaya terus melakukan konsolidasi dan perundingan dengan sejumlah panglima perang. Sementara Ari Wiraraja yang merupakan ahli strategi bertindak mengatur siasat untuk menggempur Daha atau Kediri. Dalam siasat itu kemudian di bagi dua, penyerangan dilakukan lewat utara sepanjang jalan induk melewati Linggasana menuju kediri. Jalur utara ini dipimpin oleh Aria Wiraraja. Sementara jalur selatan di pimpin Raden Wijaya sendiri.

Tidak hanya itu, siasat juga dilakukan oleh Aria Wiraraja agar Tartar atau tentara Khu Bilai Khan juga menyerang Daha, Jayakatwang. Kenyataan ini teredus oleh Jayakatwang, dengan sigap dia langsung menyiapkan pasukan untuk masuk ke medan perang. Setalah siap, Jayakatwang dan pasukannya masuk medan pertempuran. Dalam pertempuran dari sejumlah titik, pasukan Jayakatwang berhasil ditaklukkan oleh Majapahit dibawah komando raden wijaya. Dalam penyerangan ini, di bagian selatan dipimpim Lemu Sora, Nambi dan Mahisa Pawagal, sementara Daha dipimpin oleh Patih Lebuh Mendorang.

Di sebelah timur pasukan Majapahit dipimpin oleh Renggalawe, dan Daha dibawah pimpinan Segara Winotan. Disinilah terjadi perang duel, namun tidak pihak Daha terbunuh. Akhirnya, pasukan Majapahit menyatu setelah menaklukkan Daha. Tidak berhenti disitu, Kebo Patih Mundarang ternyata tidak tewas dalam pertempuran, dia dan Jayakatwang melah kembali menghimpun pasukan untuk berperang melawan pasukan Majapahit. Nah, setelah itu Raden Wijaya meminta pasukan Tartar untuk membantu pertempuran yang akan dilakukan.

Kemudian, terjadilah pertemuan sengit dipihak Majapahit dipimpin oleh Raden Wijaya dengan dibantu pasukan Tartar di bawah Komando Panglima Ike Mei She. Pasukan Daha malah menyerang terlebih dahulu dari jurusan tenggara dan Barat. Sayangnya pertempuran harus berakhir dengan kekalahan dari pihak Daha. Jayakatwang dan pengikutnya melarikan diri ke kota, namun berhasil dikepung dan terbunuh. Dalam pertempuran ini lebih dari 5000 orang meninggal dunia.

Kemenangan disambut meriah oleh pasukan Tartar dengan cara mabuk-mabukan. Kondisi inilah kemudian dijadikan kesempatan Raden Wijaya untuk menyerang pasukan Tartar yang sedang menduduki Canggu dan Daha. Dan, kemudian pasukan Tartar berhasil ditaklukkan, dan sebagian pulang ke negerinya. Ini terjadi pada sekitar tahun 1293 M. Dengan kekalahan Tartar maka Raden Wijaya berkuasa penuh, dan kemudian dinobatkan sebagai raja Majapahit. Itu sekitar tanggan 13 Oktober-November 1293. Raden Wijaya mendapatkan gelar Abhiseka Kerjarajasa Jayawardhana.

Dapat disimpulkan, peran Aria Wiraraja dalam mendeklarasi kerjaaan Majapahit cukup signifikan. Utamanya dalam mengatur siasat perang dan kekuasaan. Sehingga, Raden Wijaya memberikan kekuasaan lebih luas di Jawa Timur bagian Timur, yakni meliputi Blambangan dan Lumajang. Sementara kekuasaan Adipati Sumenep diberikan kepada adiknya Aria Lembu Suranggana Danurwenda, dengan pusat kerajaan di Aengnyor, Tanjung Saronggi. Setelah itu digantikan putranya Arya Asrapati hingga 1319 M. Putra Arya Asrapati, kemudian menggantikan Panembahan Joharsari 1331 M, kemudian digantikan Panembahan Mandaraga dengan pusat kekuasaan di pindah ke Keles Ambunten hingga 1339. Mandaraga memiliki dua orang putra yaitu Pangeran Natapraja yang bertahta di Bukabu Ambunten hingga 1358. Dia menggantikan kakaknya Pangeran Bragung, di Bragung Guluk-Guluk.

Kemudian, kerajaan dipimpin oleh Secadinigrat I alias Agung Rawit memerintah 1358 hingga 1366 M, dengan pusat kekuasaan di Banasare. Selanjutnya, digantikan oleh putranya Temenggung Gajah Pramada bergelar Secadingrat II dari 1366 hingg 1386 M. Kemudian berikutnya digantikan oleh cucunya Jokotole.

(Bersambung : Jokotole Part I, Profil Secadiningrat III dan Perjalanannya ke Majapahit). Sumber : Sejarah Sumenep

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.