Ujian Silaturrahmi

  • Whatsapp

Oleh : NIA KURNIA FAUZI, Ketua GOW dan Anggota DPRD Sumenep

Silaturrahmi ditengah penyebaran coronavirus atau covid 19 tentu menjadi sesuatu yang agak berat dilakukan. Sebab, masih terlintas rasa khawatir, was-was dan takut dalam melakukan interaksi, apalagi sampai kontak fisik. Maklum, penyebaran virus yang datang dari Wuhan, Tiongkok ini cukup cepat, dan jika menular bisa sampai mematikan. Ini tentu menjadi “momok” yang cukup mengiris hati.

Muat Lebih

Otomatis, di tengah pandemi wabah ini, silaturrahmi antar sesama, saudara, kerabat, tetangga, dan handai taulan akan menjadi ujian. Setiap insan berupaya menjaga jarak (physical distancing) sebagaimana getol dianjurkan pemerintah. Fakta ini mengisyaratkan untuk tidak selalu melakukan kontak dengan orang lain. Lalu, memutus silaturrahim kah?.

Silaturrahmi tak boleh luntur hanya dengan datangnya wabah, apalagi di bulan suci Ramadhan. Di bulan penuh berkah, budaya silaturrahmi harus semakin efektif, sampai datangnya hari kemenangan, Iedul Fitri nanti. Disamping bersua dan bertatap muka, pun diinginkan saling meminta dan memberi maaf. Ini dilakukan agar hubungan vertikal dengan Tuhan, semakin paripurna.

Diakui, seyogyanya intensitas silaturrahmi di bulan penuh ampunan ini sangat tinggi dibandingkan pada bulan biasanya. Sebab, bulan ini identik dengan sejuta kedamaian, kesejukan, ketenangan dan kenyamanan jiwa. Apalagi, silaturrahmi merupakan manefestasi dari nilai kecintaan kepada Allah, yang bermuara cinta pada sesama. Perwujudan dari semuanya itu adalah memberi dan berbagi.

Menjalin hubungan antara sesama merupakan anjuran agama, yang tak boleh lekang oleh ruang dan waktu. Sebab, ia harus hadir setelah menyembah Allah, menunaikan salat, zakat dan menjalankan syariat lainnya. Dalam sebuah hadis dijelaskan “Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung silaturahmi”. (HR Bukhari).

Ekstremnya, bangunan silaturrahmi menjadi prasyarat sesorang masuk ke Surga. Meski interpretasi dalam hadis itu, bukan menjadi syarat yang paling dominan, dan hanya menjadi penopang. Yang jelas, silaturrahim ini bagian penting dalam mengimplementasikan nilai keimanan kepada Allah. “Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturrahim” (HR Bukhari Muslim),

Oleh karena itu, ditengah wabah corona jalinan silaturrahim tidak boleh pudar. Sebagai makhluk sosial tetap harus mewujudkannya dalam materi alam semesta ini. Bahkan, diperlukan, semakin meningkatkan jalinan ukhuwah Islamiyah ini dengan orang yang ada disekitar lingkungan. Silaturrahim tak melulu bertatap muka, tapi peduli dengan sekitar, cinta kasih dengan kerabat, berbagi dengan sesama.

Selain itu, di era globalisasi ini silaturrahim bisa dilakukan dengan menggunakan kecanggihan digital. Bisa bersilaturahim dengan menggunakan teleconfren. Setiap orang sudah bisa berkontak dan berbicara langsung, tidak hanya satu melainkan banyak orang. Bisa juga melalui Watshapp, Instagram, Facebook dan lainnya. Memanfaatkan teknologi bagian dari upaya menjaga keutuhan dengan kerabat dan tetangga.

Memang, kedekatan emosial dan kejiwaan tak begitu tertanam dalam hati. Kehangatan berekspresi dan senda gurau tak seperti saat bertemu badan. Itu lantaran komunikasi yang dibangun hanya lewat “udara”. Setidaknya dengan begitu, Silaturrahim tetap terjaga dengan baik. Sekat apalagi konflik tak akan tercipta dalam intensitasnya berkomunikasi. Semakin kuat komunikasi, maka rasa cinta kasih semakin tinggi.

Namun, ada sebagian orang yang “memaksa” dirinya untuk tetap melakukam silaturrahim jasadi. Datang langsung, bertatap muka dan berkomunikasi dengan objeknya. Jika ini dilakukan, maka protokol kesehatan harus tetap dijalankan. Agar tidak terkontaminasi virus mematikan ini. Menjaga jarak 1 hingga 2 meter, tidak berkerumun, cuci tangan dan lainnya.

Yang terpenting, dalam kondisi apapun hubungan silaturrahim tidak boleh putus atau berakhir. Apalagi, kepada seseorang yang memiliki pertalian daerah. Karena silaturrahimi merupakan kinayah kepada perbuatan baik, bukan hanya sekadar berkunjung. Otomatis, kita jangan sampai berhenti untuk menebar kebaikan di muka bumi ini, baik saudara maupun orang lain yang tak ada hubungan darah.

Memutus silaturrahim itu merupakan dosa besar. Bahkan, ancamannya sangat luar biasa. Disamping ia tak akan masuk surga, ia akan dilaknat oleh Allah, dan doa yang disampaikan tidak akan terkabul. Untuk itu, ayo perkuat dan tingkatkan terus tali persaudaraan dan silaturrahmi kita. Semoga bisa memjadi hamba yang taat!. Aamiin. (***)

Pos terkait